
POJOK NUSANTARA-Betun,Isu pilkada Malaka yang pelintir oleh oknum tertentu bahwa ada pengguna nomor induk kependudukan (NIK ) siluman untuk mengikuti coblos itu isu yang tidak mendasar dan menciderai nilai demokrasi
Tidak pernah ada yang namanya KTP siluman digunakan dalam prosesi pilkada 9 desember 2020 yang lalu, tidak pernah ada bahwa adanya percetakan KTP yang kemudian disebut siluman oleh pihak sebelah justru itu terjadi setelah pilkada selesai”jelas Yulius Benyamin Seran,S.H saat di konfirmasi via seluler Senin,(18/1/2021)
“Kami sudah memiliki data akurat bukti yang bisa kami hadirkan nanti hanya di persidangan MK karena kami tidak ingin mempengaruhi situasi politik yang sudah usai di Malaka kami akan buktikan bahwa percetakan KTP itu terjadi di mana dan atas perintah siapa?
Dikatakan siapa yang memberikan DPT kepada orang yang tidak berhak dan yang jelas bahwa DPT yang dijadikan perbandingan kemudian disebut siluman itu datangnya dari mana? siapa yang membuat?karena peristiwa yang sudah di laporkan di Bawaslu dan dinyatakan tidak ada unsur pidananya dan lagi DPT yang palsu itulah yang di jadikan dasar untuk melapor.
Yang menjadi pertanyaan kami adalah mereka dapat data palsu itu darimana? siapa yang memberikan data palsu itu? ini akan kami uraikan nanti sebagai pembuktian persidangan di MK dan tidak menutup kemungkinan siapapun yang melakukan rekayasa pemalsuan DPT, pemalsuan data kependudukan akan kami seret pada rana pidana kita sudah menyiapkan untuk langkah itu Karena ini berbahaya, pembodohan publik dan ini tidak boleh dibiarkan
Tambahnya lagi “laporan tentang adanya KTP siluman ke Bawaslu oleh beberapa oknum yang mengaku masyarakat Malaka dengan membawa serta bukti dokumen KTP Siluman yang didapat secara melawan hukum dan tidak sah merupakan delik pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 317 KUHP”
Yakni Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
Sebab, sejatinya sebelum menyampaikan pengaduan kepada Bawaslu dilanjutkan mempublikasikan melalui media hal pertama yang harusnya dilakukan adalah memastikan dulu dari mana datangnya KTP dan DPT siluman tersebut. Apakah diperoleh secara sah? Kemudian dokumen manakah yang sah atau asli jika ada dokumen yang dianggap palsu.
Sebab pengadu membawa bukti dokumen yang palsu untuk menyampaikan pengaduan ke Bawaslu tanpa melakukan upaya klarifikasi terlebih dahulu jelas merupakan Pengaduan Palsu. Tegasnya”
Demikian juga menggunakan surat palsu sebagai alat bukti pada saat melapor ke Bawaslu adalah perbuatan pidana karena melanggar Pasal 263 KUHP ayat (2) sebab barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Terang Elan Sapaan Akrabnya”
Dan siapa Aktor intelektual yang menyuruh memasukan keterangan palsu dalam sebuah akta otentik termasuk KTP dan DPT adalah pelanggaran terhadap Pasal 263 ayat 1 KUHP.
Jadi, baik yang menyuruh menempatkan keterangan palsu, dan yang memasukan keterangan palsu sampai pada yang menggunakan akta / dokumen palsu dan pengaduan palsu, semuanya terancam pidana. tegasnya”(Jho/PN)